Monday, October 21, 2019

Ujung Tombak Arsitektur Indonesia [Esai Arcasia]



Arsitektur merupakan hal yang tak terlepaskan dari kehidupan kita. Dalam menjalani kehidupan sehari-hari pasti kita memasuki sebuah karya arsitektur. Bekerja, bersekolah atau pun aktivitasnya lainnya pasti dalam suatu karya arsitektur yang menjelma sebagai bangunan. Hubungan arsitektur dengan bangsa Indonesia sudah lama terjalin, dari zaman arsitektur batu yang membentuk sebuah candi untuk kebutuhan peribadatan atau zaman arsitektur kayu yang sampai sekarang masih terjalin untuk membangun tempat tinggal. Sebuah arsitektur yang biasa kita menyebutnya arsitektur vernakular. Tapi, apakah arsitektur Indonesia mempunyai ujung tombak yang menjadi ciri bangsa Indonesia itu sendiri yang ketika kita melihatnya kita dapat mengatakan “wah, ini mah dari arsitektur Indonesia”? Seperti kita melihat bangunan arsitektur Romawi, arsitektur China atau pun arsitektur Jepang.
Malaysia yang rumah tradisionalnya memiliki keragaman seperti Indonesia, memiliki cara tersendiri untuk membentuk citra arsitektur Malaysia. Negara tersebut memfokuskan penelitian terhadap satu jenis rumah tradisional. Dengan memfokuskan hanya pada satu rumah tradisional menjadikan data-data yang dimiliki pada rumah tradisional tersebut berlimpah. Data yang banyak tersebut bisa menghasilkan sebuah bentuk baru yang bisa diterapkan pada bangunan kontemporer. Dari cara tersebut bisa tercipta neo-arsitektur atau hingga meta-arsitektur.vernakuar Malaysia. 

“Vernacular architecture is not an old architecture, nor primitive, it‟s a creative vehicle to boost the contemporary mood of functionality, contribute to the ethos of peoples' life , social culture, and reflection of ongoing and innovative design process.” (Hosseini, Mursib, Nafida, Shahedi. (2014). MALAY VERNACULAR ARCHITECTURE: MIRROR OF THE PAST, LESSONS FOR THE FUTURE. The Proceedings of 8th SEATUC Symposium, pp. 1-6.)

Sayangnya arsitektur vernakular di Indonesia masih dianggap sebagai hasil budaya yang hanya dilindungi, tidak dikembangkan agar menjadi lebih kontemporer dan menyatu dengah aktivitas sehari-hari. 

“yang vernakular kita ubah menjadi wajah kota di bawah lindungan “pemugaran” dan “perbaikan”, tanpa kita sendiri sempat (atau : menyempatkan diri) untuk memahaminya dalam konteks yang sebenar-benarnya.” ( Prijotmo, J. (1998). Pasang Surut Arsitektur Indonesia. Edisi 2. Surabaya: CV Ardjun, 53)

Ketika diterapkan di Indonesia kita tidak bisa mengikuti sepenuhnya seperti Malaysia. Untuk mencari ujung tombak arsitektur Indonesia bisa dengan memilih satu bangunan arsitektur vernakular untuk satu pulau besar di Indonesia. Contoh dari Jawa dari sekian bangunan arsitektur vernakular yang paling terkenal ialah arsitektur Joglo. Kemudian arsitektur Joglo itu diteliti dan digubah untuk membentuk hasil baru, neo-arsitektur vernakular.Joglo. Dari gubahan tersebut lalu diaplikasikan pada bangunan-bangunan vital sehingga masrayakat dengan sendirinya terkena hipnosis.

...pendapa adalah bangunan yang tertentu kegunaannya, tertentu ukurannya dan tertentu pula suasana, serta harapannya. Bangunan joglo yang melekat pada alam pikiran kita manakala kata pendapa tadi diucapkan. Kenyataan ini sebenarnya bisa dilihat sebagai peluang emas bagi masa depan arsitektur tradisional kita.” ( Prijotmo, J. (1998). Pasang Surut Arsitektur Indonesia. Edisi 2. Surabaya: CV Ardjun, 61)

Kegiatan menjadikan arsitektur vernakular menjadi bangunan yang vital kini mulai dijalankan. Contohnya sayembara yang diadakan oleh salah satu perusahaan yang terkenal dalam bidang arsitektur bersama pemerintah. Kegiatan sayembara ini menghasilkan buku yang berjudul Desain Rumah Wisata Nusantara dan Desain Bandara Alor. Dalam buku Desain Rumah Wisata Nusantara, masing-masing daerah yang terkenal akan wisatanya seperti Borobudur, Labuan Bajo, Wakatobi memiliki hasil desain yang sesuai dengan arsitektur vernakular daerahnya. Sayembara ini merupakan salah satu contoh program yang bagus untuk menghasilkan ujung tombak arsitektur Indonesia.

Kegiatan-kegiatan seperti penelitian terfokus pada satu arsitektur vernakular pilihan dan sayembara merupakan suatu cara agar Indonesia memiliki ciri khasnya tersendir. Jika kegiatan tersebut gencar dilakukan pada 2030 Indonesia bisa menunjukkan pada dunia ujung tombak arsitekturnya, neo-arsitektur vernakularnya.

Tulisan ini merupakan esai yang saya ikut sertakan sebagai syarat untuk mengikuti seleksi program Arcasia Stundent Jamboree 18 di Tokyo mewakili Indonesia yang diseleksi oleh panitia dari IAI. 
Tema : vision of indonesia architecture 2030

No comments:

Post a Comment

Ini ceritaku apa komentarmu?

Ikut-ikut


@bilasahil


Follow Me


bilasahil 2010-2021. Powered by Blogger.