Kata-kata ini ialah
balasan setelah membaca buku kedua tetralogi Pulau Buru, Anak Semua Bangsa.
Bumi Manusia boleh
Hanung anggap tentang Minke-Annelies (saat membuat ini, Bumi Manusia yang ingin difilmkan viral), jangan di Anak Semua Bangsa. Minke adalah
anak semua bangsa, berorang tua pribumi, dididik Jawa dan Eropa, bersekolah Eropa
untuk mengenalnya, bersahabat dengan orang Prancis yang rendah hati, mengajar
Jawara dari Madura, menolong angkatan muda Tiongkok dan segera menjadi
sahabatnya dan semuanya ilmu yang ada untuk ia jadikan bahan membangun Hindia,
itulah Minke, Anak Semua Bangsa.
Berikut
kutipan-kutipan yang aku dapati suka. Hobi baruku yang biasanya buku kubaca dan
kucoret menggunakan alat tulis berwarna sebagai tanggapan, kini aku tanda
dengan postnote, kemudian kupindahkan tanggapanku menjadi digital. Ingin
berbagi pada orang yang mungkin mempunyai kutipan yang disuka sama.
Hal 155
“pasti, Tuan Minke. Lihat, barangsiap muncul di atas masyarakatnya, dia
akan selalu menerima tuntutan dari masyarakatnya—masyarakatnya yang
menaikkannya, atay yang membiarkannya naik. Kan Tuan hafal betul pepatah
Belanda itu: Pohon tinggi dapat banyak angin? Kalau Tuan segan menerima banyak
angin, jangan jadi pohon tinggi.”
Yang aku sukai ialah
bagian pohon dan anginnya, memang mirip pepatah “semakin tinggi pohon, semakin
kencang angin menerjang”. Tapi di sini aku tahu, bahwa itu ialah pepatah
Belanda.
Hal 144
Aku rasai kebahagiaan berkembang dalam dada. Kuhisap udara lepas ini
dalam-dalam ke paruku dan kubentangkan kedua belah tanganku seakan garuda
hendak terbang. Betul juga Kommer, sedikit saja mau memperhatikan, ternyata ada
benua baru muncul, dengan gunung dan kalinya, dengan kepulauan dan perairannya.
Aku akan lebih lama tinggal di benua baru ini. Bukan Colombus saja penemu benua.
Juga aku.
Yang ini aku suka
pengandaiannya, perasaan senang Minke mendapatkan pengalaman baru. Ratanya
penulis akan menggembirakan dengan senang, dadak bergejolak, ini lain lagi.
Hal 248
Aku berjalan terus ke arah rumah bambu itu. Dan bukan hanya Eropa!
Jaman modern ini telah menyampaikan padaku buahdada untuk menyusui aku, dari
Pribumi sendiri, dari Jepang, Tiongkok, Amerika, India, Arab, dari semua bangsa
di muka bumi ini. Mereka adalah induk-induk serigala yang menghidupi aku untuk
jadi pembangun Roma! Apakah kau benar akan membangun Roma? Ya, jawabky pada
diri sendiri. Bagaimana? Aku tak tahu. Dengan rendah hati aku emngakui: aku
adalah bayi semua bangsa dari segala jaman, yang telah lewat dan yang sekarang.
Tempat dan waktu kelahiran, orangtua, memang hanya satu kebetulan, sama sekal
bukan sesuatu yang keramat.
Dari paragraf ini aku
mengerti alasan mengapa dinamai Anak Semua Bangsa, arti judulnya, maknanya,
sekiranya bagiku seperti itu.
Hal 261
“sayang sekali,” sela Kommer. “Dengan hanya menulis, Tuan Minke, hidup
bisa menjadi terlalu pendek. Tuan harus punya jadwal untuk hidup di udara
terbuka. Syaang sekali Tuang tak mau ikut berburu denganku. Barangkali Tuan
belum pernah meliaht bagaimana rusa lari melompat-lompat dan meneleng-neleng
mengintip pemburunya. Tanduknya yang indah bercabang-cabang tak dapat
menyelamatkan kulit dna jiwanya. Memang indah tanduk itu, apalagi kalau dia
sedang lari dengan kepala mendongak ke langit. Keindahan yang sia-sua. Tanduk
itu membikin dia tak dapat bersembunyi dalam semak, tak dapat lari di dalam
hutan. Tanduk, Tuan Minke, hana karena tanduknya yang indah binatang ini
dikutuk untuk selalu hidup di alam terbuka, di padang terbuka, dan terbuka pula
terhadap peluru cemburu. Hanya karena tanduknya yang indah!”
Deskripsi suatu
obyek. Biasanya jika latihan menulis kita diajarkan untuk mendeskripsikan suatu
objek secara detail sekaligus menarik. Yang ini pun begitu, kiasannya dalam
penjabaran keelokan rusa, bukan deskripsi tanduknya yang panjang dan indah, di
paragraf ini lebih dari itu.
Hal 280
Jelas menulis bukan hanya untuk memburu kepuasan pribadi. Menulis harus
juga mengisi hidup, seperti dikatakan Jean Marais.
Hal 361
...sadarlah aku pada adanya jarak berabad antara aku dengan mereka.
Jarak berabad! Inilah mungkin yang dikatakan oleh guru sejarah dulu: jarak
sosial, boleh jadi jarak sejarah. Dalam satu bangsa, dengan satu asal makan dan
asal minum, di atas satu negeri, bahkan dalam satu andong, bisa terjadi suatu
jarak, belum tentu atau tidak terseberangi.
Di sini aku sadari,
kenapa dulu pribumi takut benar pada Eropa. Eropa menjadikan sebodoh-bodohnya
Pribumi, membuat siapa pun yang melihat pribadi berpakaian Eropa pasti ia
berkuasa, menunduk, takut berbuat.
Hal 389
Ketidaktahuan adalah aib. Membiarkan orang yang ingin tahu tetap dalam ketidaktahuan
adalah khianat.
Kolase Anak Semua Bangsa
Aku buat untuk mengisi waktu dan sekaligus mempelajari bagaimana membuat seni kolase atau collage art yang biasanya aku jumpai di instagram. Hitung-hitung belajar merender. Konsep kolasenya Minke yang mengobservasi bangsanya sendiri, petani tebu, untuk dijadikan bahan tulisannya.
Jadinya dibutuhkan gambar petani, tanaman tebu, rumah (perusahaan Nyai Ontosoroh di Wonokromo) dan seorang pribumi Jawa yang berpakaian Eropa (si Minke). Kebetulan saja aku menemukan gambar orang pribumi-berpakaian-kolonial yang membawa kertas, cocok seperti gambaran tokoh Minke. Wajah si orang Eropa kututupi, takut-takut ia salah satu orang penting zaman dahulu.
sumber gambar:
Google Image, I don't have any specific website to get pics for my collage art.
Halaman 280 juga salah satu kutipan yang aku suka.
ReplyDeleteP.s: pas baca postingan ini baru ngeh itu dari Pram. Padahal selama ini mikirnya itu kutipan: menulis harus juga mengisi hidup, aku baca di novel lain XD
Thanks for share, artikelnya menarik min ..
ReplyDelete