Arsitektur merupakan hal yang tak
terlepaskan dari kehidupan kita. Dalam menjalani kehidupan sehari-hari pasti
kita memasuki sebuah karya arsitektur. Bekerja, bersekolah atau pun
aktivitasnya lainnya pasti dalam suatu karya arsitektur yang menjelma sebagai
bangunan. Hubungan arsitektur dengan bangsa Indonesia sudah lama terjalin, dari
zaman arsitektur batu yang membentuk sebuah candi untuk kebutuhan peribadatan atau
zaman arsitektur kayu yang sampai sekarang masih terjalin untuk membangun
tempat tinggal. Sebuah arsitektur yang biasa kita menyebutnya arsitektur
vernakular. Tapi, apakah arsitektur Indonesia mempunyai ujung tombak yang
menjadi ciri bangsa Indonesia itu sendiri yang ketika kita melihatnya kita
dapat mengatakan “wah, ini mah dari arsitektur Indonesia”? Seperti kita melihat bangunan
arsitektur Romawi, arsitektur China atau pun arsitektur Jepang.
“Vernacular
architecture is not an old architecture, nor primitive, it‟s a creative vehicle
to boost the contemporary mood of functionality, contribute to the ethos of
peoples' life , social culture, and reflection of ongoing and innovative design
process.” (Hosseini, Mursib, Nafida, Shahedi. (2014). MALAY VERNACULAR
ARCHITECTURE: MIRROR OF THE PAST, LESSONS FOR THE FUTURE. The Proceedings of
8th SEATUC Symposium, pp. 1-6.)
Sayangnya arsitektur vernakular di
Indonesia masih dianggap sebagai hasil budaya yang hanya dilindungi, tidak
dikembangkan agar menjadi lebih kontemporer dan menyatu dengah aktivitas
sehari-hari.
“yang vernakular kita ubah menjadi wajah kota di bawah lindungan
“pemugaran” dan “perbaikan”, tanpa kita sendiri sempat (atau : menyempatkan
diri) untuk memahaminya dalam konteks yang sebenar-benarnya.” ( Prijotmo, J.
(1998). Pasang Surut Arsitektur Indonesia. Edisi 2. Surabaya: CV Ardjun, 53)
Ketika diterapkan di Indonesia kita
tidak bisa mengikuti sepenuhnya seperti Malaysia. Untuk mencari ujung tombak
arsitektur Indonesia bisa dengan memilih satu bangunan arsitektur vernakular
untuk satu pulau besar di Indonesia. Contoh dari Jawa dari sekian bangunan
arsitektur vernakular yang paling terkenal ialah arsitektur Joglo. Kemudian
arsitektur Joglo itu diteliti dan digubah untuk membentuk hasil baru,
neo-arsitektur vernakular.Joglo. Dari gubahan tersebut lalu diaplikasikan pada
bangunan-bangunan vital sehingga masrayakat dengan sendirinya terkena hipnosis.
“...pendapa adalah bangunan yang
tertentu kegunaannya, tertentu ukurannya dan tertentu pula suasana, serta
harapannya. Bangunan joglo yang melekat pada alam pikiran kita manakala kata
pendapa tadi diucapkan. Kenyataan ini sebenarnya bisa dilihat sebagai peluang
emas bagi masa depan arsitektur tradisional kita.” ( Prijotmo, J. (1998).
Pasang Surut Arsitektur Indonesia. Edisi 2. Surabaya: CV Ardjun, 61)
Kegiatan menjadikan arsitektur
vernakular menjadi bangunan yang vital kini mulai dijalankan. Contohnya
sayembara yang diadakan oleh salah satu perusahaan yang terkenal dalam bidang
arsitektur bersama pemerintah. Kegiatan sayembara ini menghasilkan buku yang
berjudul Desain Rumah Wisata Nusantara
dan Desain Bandara Alor. Dalam buku
Desain Rumah Wisata Nusantara, masing-masing daerah yang terkenal akan
wisatanya seperti Borobudur, Labuan Bajo, Wakatobi memiliki hasil desain yang
sesuai dengan arsitektur vernakular daerahnya. Sayembara ini merupakan salah
satu contoh program yang bagus untuk menghasilkan ujung tombak arsitektur
Indonesia.
Kegiatan-kegiatan seperti
penelitian terfokus pada satu arsitektur vernakular pilihan dan sayembara
merupakan suatu cara agar Indonesia memiliki ciri khasnya tersendir. Jika
kegiatan tersebut gencar dilakukan pada 2030 Indonesia bisa menunjukkan pada
dunia ujung tombak arsitekturnya, neo-arsitektur vernakularnya.
Tulisan ini merupakan esai yang saya ikut sertakan sebagai syarat untuk mengikuti seleksi program Arcasia Stundent Jamboree 18 di Tokyo mewakili Indonesia yang diseleksi oleh panitia dari IAI.
Tema : vision of indonesia architecture 2030
No comments:
Post a Comment
Ini ceritaku apa komentarmu?